Aku tersadar. Aku membuka mata dan yang tampak pertama adalah langit-langit UGD rumah sakit tempatku praktek lapangan. Hmmm, sepertinya aku sedang terbaring diatas brankar. Di ruangan ini sangat berisik, sepertinya sangat banyak orang disini. Kupandangi sekelilingku, tampak wajah-wajah yang kukenal. Mereka adalah ibuku dan teman-teman kuliahku.
“Kin…” Aminah, teman se-kosku menyapaku pertama kali. Aku membalasnya dengan senyuman. Kusadari bahwa aku baru saja mengalami KLL. Tapi bagaimana kejadiannya?? Ah, aku lupa. Rupanya aku mengalami amnesia retrograd. Aku tersadar dengan baik, berarti (alhamdulillah) kepalaku tidak apa-apa, mungkin pada bagian lain aku mengalami cedera. Pikiranku yang terburuk adalah fraktur.
“Min, fraktur apa aku?” tanyaku pada Minah.
“Femur dan Cruris. Ini sudah dipasang spalk. Celanamu tadi digunting supaya gampang masang spalknya.” Jawab Minah, sambil berusaha tersenyum padaku. Benar saja dugaanku, aku mengalami fraktur.
“Oh…” sahutku sambil membalas senyumannya. Aku tidak bersedih dan aku menerima hal ini begitu saja. Kupandang wajah ibuku, dengan ucapan mohon maaf, namun dalam hati saja. Kutahu aku bersalah pada beliau, karena itu aku merasa wajar mengalami hal ini, inilah balasan yang diberikan oleh Allah padaku karena tidak mendengar nasehat ibuku.
Aku baru teringat aku tadi naik sepeda motor dengan temanku. “Adhi mana, Min?” tanyaku lagi pada Minah.
“Oh, Adhi ada di ruangan lain. Keluarganya banyak banget, jadi ditaroh di ruangan lain.”
Kasak-kusuk orang- orang yang berada di ruangan itu masih berlanjut, hingga kudengar salah seorang berbicara
“Eh… teman yang satunya meninggal ya??” Aku kaget… Ah, Adhi meninggal… Lalu dunia gelap.
Saat kumembuka mata lagi, orang yang sama tetap ada di sekelilingku. Kepalaku sakit rasanya. Minah yang rupanya jadi juru bicara, berusaha menenangkanku. Adhi, teman kuliah kami yang baik hati dan tidak sombong 🙂 Aku memang numpang dia naik motor, karena dia ingin pulang ke kotanya yang berjarak 43 Km dari sini dan aku ingin ketemu dengan temanku yang juga adalah sepupunya.
“Adhi nggak meninggal, Kin. Dia cuma koma, lukanya parah banget. Dia dibawa ke ICU.” suara Minah begitu tenang, sehingga aku bisa menerimanya dan kembali menjawab “Oh…”
*****
Setelah beberapa hari dirawat, akhirnya aku dioperasi. Kupandangi kaki kiriku yang terbalut elastis perban, pahaku tampak membesar dan bengkak akibat perdarahan yang terjadi dan Hb-ku turun hingga 8 mg/dl karena perdarahan itu. Di kamar operasi yang dingin banget aku merasa aman karena beberapa temanku yang sedang praktek juga ada di ruangan itu. Salah seorang perawat OK memasang infus di tanganku. Aku terlelap saat sebuah masker dipasangkan ke wajahku.
Saat kutersadar, badanku menggigil. Rupanya aku sudah berada di recovery room, entah berapa lama aku dioperasi. Kanul oksigen terpasang di hidungku, rasanya sangat tidak nyaman saat aliran O2 itu memasuki hidungku. Teman-temanku sibuk memasang berlapis-lapis selimut padaku, namun tak mampu juga menghalau rasa dingin itu. Ah, ternyata begini rasanya pasca operasi.
*****
Kini aku sudah dioperasi, tulangku sudah disambung dengan bantuan plat dengan sekian biji skrup. Aku mengetahuinya dari dua lembar film hasil foto rontgen, karena kakiku patah di dua tempat. Di ruang perawatan bedah ini aku sangat merasa tidak nyaman. Bukan masalah kamarnya, namun kombinasi dari ketidak mampuanku dan rasa nyeri yang amat sangat pada kaki kiriku. Kusingkirkan rasa malu saat salah seorang adek tingkat membantuku saat buang air besar. Buang air kecil tidak masalah karena kateter terpasang. Orang tuaku serta anggota keluarga yang lain dengan setia menemaniku di rumah sakit, membantu memenuhi kebutuhanku.
Seorang polisi datang dan menanyakan kronologis kejadian kecelakaan itu padaku. Aku tak dapat menjawabnya dengan pasti, karena kejadian kecelakaan itu hanya berupa cuplikan-cuplikan memori yang seperti mimpi, lengkap dengan bingkai awan putih. Persis seperti sinetron. Untungnya ada saksi mata yang menjelaskan kejadian itu pada polisi dan kini kertas berisi reka peristiwa itu ada di tanganku. Dari gambar reka itu, kutahu aku telah terlempar sejauh 8 meter akibat benturan motor yang kunaiki dengan Sebuah mobil L300 warna coklat, dan Adhi sejauh 12 meter.
Adhi… teringatku tentang Adhi, bagaimana kabarnya di ICU sana? Setiap kutanya teman-teman yang datang membesukku, jawabannya sama “Oh, dia masih belum bangun sampai sekarang…” Continue reading →