Nikah

“Jadi nanti akad nikahnya di rumah ….”

“Endak,” segera kupotong ucapan emak. “Nanti saya nikahnya di masjid, Mak,” lanjutku mantab.

Menikah di Masjid Shirathal Mustaqiem, yang merupakan halaman bermainku sejak kecil, adalah impianku sejak lama. Beberapa teman juga pernah melangsungkan pernikahan di masjid bersejarah bagi warga Kota Samarinda ini. Aku pun tak ketinggalan ingin menjadikan masjid tua ini sebagai saksi momen penting hidupku.

Mesjid menjadi saksi

Dulu hatiku pernah berucap, saat kelak aku menikah, aku ingin berfoto dengan suami di depan jendela masjid usai akad nikah. Alhamdulillah, terkabul pada 21 Juni 2014. 😀

Adakah yang memperhatikan pakaian yang kami kenakan? Itu adalah pakaian adat suku Bugis modifikasi, yang menurut pemilik salon tempat aku mempercayakan riasan pengantin, terbuat dari kain sari India. Warna hijau kabarnya merupakan warna yang dikenakan raja-raja. Mengapa aku memilih baju ini saat menikah? Yang kuketahui, almarhum abah adalah bersuku Bugis. Dan aku juga sudah kepincut pakaian adat Bugis yang dikenakan oleh tokoh Anna Althafunnisa dalam adegan pernikahan di film Ketika Cinta Bertasbih. Lagi-lagi aku mencatat dalam hati, ingin mengenakan pakaian adat Bugis saat menikah.

Tetapi eh tetapi, baru saja aku berbincang-bincang dengan emak, menanyakan kembali sebenarnya almarhum kakekku (ayah dari abahku) itu bersuku apa. Akhirnya aku mengetahui sebuah fakta bahwa ternyata kakek bersuku Bajau. Pernahkah Sahabat mendengar suku Bajau? Aslinya suku ini berasal dari Kepulauan Sulu, Filipina Selatan. Menurut Wiki, suku Bajau merupakan suku nomaden yang hidup di atas laut, sehingga disebut gipsi laut. Sejak ratusan tahun yang lalu, suku Bajau yang muslim ini menyebar ke negeri Sabah dan beberapa wilayah di Indonesia.

Waahh … tenyata aku bukan asli Bugis. Padahal aku selalu mengaku sebagi orang Bugis selama ini.

“Tapi kan nenekmu (ibu dari abah) adalah orang Bugis. Makanya beliau dipanggil ‘Nini Ugis’,” terang emak.

Aku manggut-manggut. Ternyata aku tak sepenuhnya salah telah mengaku sebagai orang Bugis, karena dalam darahku memang turut mengalir darah Bugis.

Namun seperti yang pernah diucapkan oleh seseorang, tak masalah apa pun pakaian yang dikenakan, terkait suku atau tidak, baik itu kebaya atau pakaian adat, yang terpenting dalam sebuah pernikahan adalah sahnya ijab kabul. Setuju banget nih.

Yang penting sudah sah. Alhamdulillah 🙂

16 thoughts on “Nikah

  1. Alhamdulillah semua yang di bathinkan di dalma hati untuk pernikahannya sudah di ijabah.
    Akin cantik banget dalam balutan busana adat bugis itu *aura penganten* 🙂
    Selamat Berbahagia.

  2. Saya terharu Kak …
    Keinginan-keinginan sederhana kamu dikabulkan Allah
    Berfoto penfantin di depan jendela masjid … Sungguh sebuah keinginan yang manis

    Selamat berbahagia ya Kak
    Sehat selalu sekeluarga

    Salam saya Kak
    (25/7 : 1)

Leave a reply to momtraveler Cancel reply