Seorang rekan kerjaku sedang mengerjakan proyek novel keduanya. NOVEL KEDUA! Meskipun masih diterbitkan secara indie, dia sudah merangkai puluhan ribu kata menjadi sebuah cerita. Sedangkan aku …. Belum selangkahpun aku memulai proyek novelku 😦
“Ayo, segera bikin. Mulai nulis deh,” ucapnya memberi semangat padaku. Namun, lagi-lagi aku melempem.
Novel kedua rekanku ini masih ada kaitannya dengan yang pertama. Sebenarnya aku belum baca novel pertamanya.
Suatu hari, ia menunjukkan hardcopy dari novelnya. “Sudah jadi,” katanya. Sepertinya siap untuk ditawarkan ke penerbit mayor. (Belakangan ia memutuskan untuk menerbitkannya secara indie).
Saat kuintip, ada beberapa bagian yang tidak pas. Contohnya pada dialog, ada spasi di antara akhir kalimat dengan tanda tanya/tanda seru.
Contoh: “Apakah kau baik-baik saja ?” —> yang benar, “Apakah kau baik-baik saja?”
Lalu dengan nekad, aku menawarkan diri untuk menjadi editor. Kubilang nekad, karena aku tak punya pengalaman, maupun ilmu editing. Alhamdulillah, dengan gugling dan tanya sana-sini, aku melaksanakan pengeditan. Ini kuanggap sebagai ajang belajar bagiku. Banyak ilmu baru yang kutemukan dalam proses editing.
Dari sini, aku jadi paham bahwa jadi editor itu tidaklah mudah. Sangat tidak mudah. Banyak hal yang harus diperhatikan dan dilakukan, karena kita ingin menghasilkan buku yang bagus.
Apakah Sahabat ingin mencoba jadi editor? 😀
Aku punya buku mata kuliah Bahasa Indonesia, di dalamnya ada sub-bab soal editing…
Boleh tuh kupinjam 😀
sewa.. 😛
Bayar pake pempek palembang? 😀
wah.. boleh juga tuh… 1kg, ya.. hahahaha
ya betul, menjadi editor memang tak mudah kak. lebih mudah makan jengkie aja. ayo dong tulis bukunya kak!
Haha… sementara,saya gak ikut2an jengki dulu 😀
Nulis aja novel tentang pecinta jengkie. daku siap jadi narsum dan sumber isnpirasinya 🙂 hacihh!
Haha… Mumpung harga jengki lagi murah ya… *gak ada hubungan 😀
yoi.. banyak yang belum benar ejaan dan penempatan tanda baca.
Bener banget. Mungkin karena belum terbiasa nulis yang bener 🙂
ditambah bahasa alay, plus vickyisasi
ajarin pang..#eh
hehe… sama belajar yukk 😀
keren ya editor itu 😀
Saya juga pernah pengen jadi editor Kak. Kayaknya gampang gitu.. dan enaknya lagi, saya jadi orang pertama yang membaca novel itu sebelum jadi sebuah buku.
Dan setelah saya pikir-pikir lagi ternyata jadi editor itu gak gampang, setidaknya saya harus menguasai tata ejaan bahasa indonesia dengan baik dan benar.
Seorang editor itu …
menurut pengertian saya …
harus mempunyai “mata yang tajam”
harus teliti
salam saya Kak
Aku mencoba mengedit sendiri naskah bukuku. Daaan… sudah berkali-kali diulang, ternyata masiiih aja ada kesalahan. Memang harus teliti sekali.
kak, aku ngelola halaman Media Blogger di koran Media Kalimantan.. postingan ini kumuat ya untuk edisi minggu ini.. 🙂 makasih… 😀
Saya kerja di media, dan saya sangat mengerti pekerjaan editor berita itu pekerjaan yang butuh ketelitian ekstra mbak, 😀
Aku jd editor buat tulisanku sendiri aja Ka, itupun msh suka adaaaa aja yg masih salah2 hiks
Waah, punya kesibukan baru nih, Kak. . .
Moga sukses, Kaaak. . .
Aku juga sedang mempelajarinya te, supaya tulisanku lebih baik ke depannya.
Untuk 1 posting saja, saya mengeditnya sampai 5-6 kali…
Saya belum pernah berhasil bikin posting yang sekali jadi.
Selain penulisan, saya bahkan sering merombak total.
Tapi saya belum sanggup mengedit tulisan orang.
Belum cukup sabar Mbak 😀
hihi, yang jelas sensasi ngedit itu sesuatu banget 😀
Diterbitkan indie juga gakpapa kok
mbak, aku penulis pemula nih. Aku udah baca beberapa tulisan mbak…It’s amazing. Mohon bantuan tips nya dunk agar karya kita bisa di publish…paling nggak di surat kabar lah…Thanks bantuannya…