Lebaran = Makan-makan

Sore itu ibuku terdiam di kursi tamu. Wajah beliau tampak tidak terlalu gembira. Kuyakin beliau tidak sedang memikirkan Sholat Ied kami yang kebasahan karena hujan di pagi harinya.

“Ada apa, Mak?” Tanyaku. Kulihat sejurus ibuku menghela napas.

“Mamak nanti tidak mau repot-repot lagi menyiapkan makanan”

“Loh, memangnya kenapa?”

“Tidak ada juga tamu yang makan. Ada sih, tapi sedikit aja”

Kupandangi meja kecil di pojok ruang tamu kami. Di atasnya masih terdapat hidangan lebaran khas kampung kami, yaitu lepet atau buras yang dipasangkan dengan karih daging. Kedua jenis masakan itu dipesan ibuku pada tetangga yang tukang masak. Ibuku juga membuat sendiri dadar gurih yang terbuat dari tepung terigu, yang juga pas banget untuk disantap bersama karih daging. Untuk minumannya aku membuat es mangga yang kecut-kecut segar. Sejak awal hanya keluarga kami sendiri yang banyak makan hidangan tersebut.

Sebenarnya tamu kami bukannya sedikit, namun mereka terburu-buru untuk bersilaturrahim ke rumah tetangga atau keluarga lainnya. Ditambah lagi rintik-rintik air masih mewarnai kegiatan silaturrahim di hari nan fitri itu. Sebagian besar mereka hanya bersalaman dan bermaaf-maafan, kemudian berlalu. Bahkan ada yang tak sempat duduk barang sejenak.

Selain karena terburu-buru, aku punya hipotesa lain mengapa para tamu banyak yang tidak mencicipi hidangan yang disediakan ibuku. Yaitu karena apa yang ada di rumahku, sama (persis) dengan yang ada di rumah mereka. Apalagi ada diantara mereka yang mengatakan memesan masakan di tempat yang sama dengan ibuku ๐Ÿ˜€

“Kalau begitu, lebaran nanti kita bikin bakso aja yuk, Mak.” Kataku.

“Iya ya. Tadi bakso di rumah Tante Idah enak.”

Sebelum dzuhur kami sempat ke rumah Tante Idah dan mencicipi bakso. Ibuku sangat suka. Mungkin karena beliau agak merasa eneg makan daging di rumah. Eh, bukannya bakso daging juga? ๐Ÿ˜€ Ya, tetapi kerena berkuah dan ditambah jeruk dan sambel, rasanya jadi menyegarkan ๐Ÿ˜€ Dan setahuku, di sekitaran kampungku, minimal di lingkungan RT-ku, belum pernah ada tetangga yang memasak bakso sebagai hidangan lebaran ๐Ÿ™‚

Mengapa bukan Soto Banjar? Padahal signature dish-nya ibuku itu adalah Soto Banjar. Membuat Soto Banjar lumayan merepotkan dan menguras tenaga, mulai dari merebus ketupat, membuat perkedel kentang, hingga membuat kuah sotonya. Kasihan ibuku yang sudah lansia itu. Jadinya lebih memilih memesan masakan pada tetangga. Sepertinya bakso lebih simple ๐Ÿ™‚

Alhamdulillah lebaran kali ini aku dapat giliran jaga malam, sehingga siang harinya masih bisa bersilaturrahim.ย Karena makanan masih banyak, jadinya aku bisa membawa beberapa buah lepet dan karih daging ke tempat kerjaku.ย Rencananya buat kumakan bareng teman-teman jagaku. Ternyata mereka juga membawa makanan dari rumah masing-masing. Akhirnya kami saling bertukar bekal kami dan memakannya hingga kekenyangan. Bahkan sisanyapun masih cukup untuk sarapan keesokan harinya.

Saat aku bercerita kepada salah seorang sahabat bahwa aku kekenyangan, ia mengingatkan agar aku tetap menerapkan kehidupan dalam Ramadhan ke kehidupan pasca Ramadhan. Syukron, sudah diingatkan ya… ๐Ÿ™‚

______________________________

Jangan lupa tuk ikutan acara “Berbagi Cerita Tentang Sarung” di blog ini ya… Persiapkan cerita tentang sarung, selebihnya biarkan juri yang beraksi :mrgreen:

Maaf banget, karena belum bisa mengunjungi blog Sahabat sekalian, antara lain karena: belum sempat, ngantuk, kerja, gak ada koneksi internet dll *alasan* :mrgreen:

18 thoughts on “Lebaran = Makan-makan

  1. kalau dirumah ibuku, malah semua makanan yg terhidang habis dilahap tamu2 Kak ๐Ÿ™‚
    krn mungkin ibu yg dituakan, maka semua nya mertamu kerumah ibu, dan mereka sambil makan sekalian bersilturahim dgn yg lain, jadi mau gak mau menghabiskan waktu yg lama disana, dan pastinya sambil makan hidangan yg tersedia .
    salam

  2. Saya suka salut dengan rekan-rekan yang bekerja di rumah sakit … di tempat pelayanan umum lainnya …
    mereka (termasuk juga kakaakin) rela untuk tidak libur saat Lebaran

    Walaupun kakaakin masuk malam … namun tetap saja … saya yang orang awam ini akan terasa berat melakukannnya …

    Salam saya Kak

  3. ooh..di Samarinda lebarannya diiringi rintik hujan yah mba?..
    hmm..btw, masih ada sisa kah hidangannya, saya bersedia kok kalo disuruh membantu habiskan buras + karih daging…nyummy….
    boleh yah mbaaa..boleh yaaa.. *rengekrengek*
    hehehehe…

  4. Seperti kebiasaan masyarakat Betawi (kan tinggal di Jakarta, boleh dong mengaku Betawi)..Lebaran adalah kupat opor…tapi biasanya masak secukupnya, karena sudah tahu siapa saja yang biasanya ikut makan di rumah..
    Hari kedua, sudah kembali seperti hari biasa, sayur asem, sambal terasi, tempe goreng dan ikan asin…justru ini yang nikmat.

Leave a reply to edratna Cancel reply